Sesampainya Ma' Karuwang dipondok ia mendehem tiga kali, dan seorang laki-laki setengah baya bangun dari tidurnya seraya m"lihat kearah Ma' Karuwang dengan mata terbelalak. 'Aku bukan setan atau jin, bukan pula siluman, melainkan manusia juga seperti saudara', kata Ma' Karuwang meyakinkan orang itu. 'Selamat pagi, tuan, kata Ma' Karuwang. Orang yang duduk dalam pondok itu itu tidak menyahut.
Dalam hati orang yang ada didalam pondok itu,barangkali yang ada dihadapannya itu setan, tetapi melihat bentuknya manusia. Dibilang manusia, mengapa berpakaian dari kulit kayu, cuma ada kain yang melilit dipinggangnya yaitu kain sindai, yang menandakan ia bukan setan. Wajahnya berjenggot lebat berjambang kotor berbadan kecil dan pendek. 'Selamat pagi, kata Ma' Karuwang sekali lagi. Saya adalah Ma' Karuwang yang dahulu berangkat ke Bandar Maseh bersama-sama Uria Rin'nyan'. 'Oh, bapak berasal dari Lasi-Muda?' ya, betul saya adalah orang Lasi-Muda, sahut Ma' Karuwang lagi. 'Kalau begitu silahkan naik', kata orang yang ada dalam pondok. Seterusnya keduanya tenggelam dalam pembicaraan mengenai, pengalamannya sebagai penjaga kebun buah-buahan. 'Buah-buahan tahun ini lebat', katanya.
'Memang tahun ini adalah tahun yang baik', kata Ma' Karuwang. Setelah Ma' Karuwang kenyang disuguhkan makan buah-buahan dari kebun sipenjaga pondok ia menanyakan jalan pulang kearah Lasi-Muda.'Perjalanan ke Lasi-Muda masih jauh dari sini, perlu waktu hampir satu hari.
Sayang isteri dan anak-anak saya baru kemarin datang kesini untuk mengantarkan bekal, jadi mereka baru datang kembali sekitar satu bulan lagi. Mereka tinggal pada sebuah perladangan, perjalanannya setengah hari dari sini. Saya dilengkapi makanan cukup untuk persediaan satu bulan lamanya. Kalau sampai satu bulan lagi isteri dan anak-anak saya datang mengantar bekal, lalu kembali membawa buah-buahan dari kebun ini. Kebun ini kalau tidak dijaga akan habis dimakan monyet dan binatang lainnya. Begitulah setelah satu bulan berlalu datanglah isteri dan anak-anak penjaga kebun untuk menengok ayah mereka sambil membawa bekal seperti biasa. Mereka tampak sangat kaget sewaktu melihat orang asing bersama-sama ayah mereka. Setelah dijelaskan oleh ayah mereka bahwa tamunya ini adalah Ma' Karuwang yang ikut rombongan Uria Rin'nyan ke Bandar Maseh, barulah mereka merasa lega. Banyak pertanyaan yang diajukan oleh mereka kepada Ma' Karuwang yang dijawab oleh Ma'Karuwang hingga mereka puas. Setelah matahari bergeser ke barat berangkatlah Ma' Karuwang bersama mereka menuju perladangan. Sesudah matahari mulai terbenam sampailah mereka ke tempat perladangan atau bantai, yang dituju.
Malam itu banyak orang datang ke bantai ingin mendengar kabar dari Ma' Karuwang dan menanyakan riwayat perjalanannya yang sangat luar biasa. Setelah Ma' Karuwang menceritakan pengalamannya hidup bersama siluman babi hutan selama hampir tiga tahun, diceritakan juga bagaimana caranya membuat radang yang baik. Orang-orang di bantai itu kemudian menahan Ma' Karuwang supaya jangan segera pulang ke Lasi-Muda, karena mereka ingin diajarkan oleh Ma' Karuwang untuk membuat radang yang baik, karena babi hutan banyak sekali yang mengambil jatuhan buah-buahan mereka. Ladang padi yang mulai menguning dalam waktu satu malam saja ada yang habis tidak tersisa karena dilahap babi hutan. Di bantai mereka terdiri dari sekitar 15 orang kepala keluarga yang membuka ladang padi darat secara bersama-sama, sehingga kelihatan padang padi yang sangat luas.Dibantai itu Ma'Karuwang mengajarkan mereka membuat radang yang sesuai dengan penuturan ibu Ondo.
Hasilnya cukup memuaskan,karena banyak babi hutan yang binasa kena radang yang diajarkan oleh Ma' Karuwang. Karena itu Ma' Karuwang ditahan mereka supaya tinggal disitu sampai selesai musim panen agar dapat pulang bersama-sama nantinya ke Lasi-Muda. Walaupun telah banyak babi hutan yang terkena radang dari ukuran sedang, namun pemilik ladang masih merasakan gangguan binatang tersebut. Berkatalah seorang penduduk bahwa ladang padinya tadi malam habis rata dengan tanah, diserang seekor babi hutan yang sangat besar badannya.Seluruh telapak tangan saya ini masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan bekas telapak kaki hewan tersebut. 'Saya telah merapatkan telapak tangan saya pada bekas telapak babi hutan itu, ternya sekitar 7 jari saya baru sesuai dengan telapaknya. Nah, kalau begitu babi hutan yang merusakkan ladangmu itu tentunya seekor babi hutan jantan', sahut yang hadir. ' Marilah kita pasang radang dengan ketinggian lembing 7 kepalan tangan, usul semua orang yang hadir. Kalau babi hutan yang besar itu dapat kita binasakan tentu hasil panen saudara-saudara kita yang lain tidak akan sia-sia. Selama 3 hari mereka mempersiapkan radang yang dimaksud dan luar biasa ukurannya, sehingga untuk menarik kayu untuk lentingan tebing perlu dibantu beberapa orang. Selang 5 hari kemudian, sewaktu kabut masih menyelimuti batang-batang padi, datanglah seorang pemilik ladang tergopoh-gopoh melapor kepada ketua bantai.Beramai-ramai mereka menengok radang dan berpencar di sekitar bantai untuk mencari letak bangkai hewan itu. Seorang penduduk kegirangan, sambil berteriak : 'ini dia bangkai babi itu,mari tengok kemari'. Semua orang yang ada berkumpul untuk melihat bangkai babi hutan yang roboh dalam posisi miring. Sementara itu datanglah Ma' Karuwang tergopoh-gopoh ingin melihat bangkai babi hutan yang menjadi tontonan penduduk. Sambil berseru : 'Tolong diperiksa, apakah babi hutan itu betina atau jantan?'. 'Betina!', sahut yang orang-orang yang ada di tempat itu.'Tolong diperiksa tangan babi itu, apakah ada bintik-bintik putih sebanyak 7 buah atau kurang'. Salah seorang memeriksa ketangan babi hutan itu, lalu berkata : 'Ya, betul ada 7 buah bintik-bintik putih ditangannya.
'Baiklah, mari kita potong-potong daging babi hutan ini untuk dibagi-bagikan keseluruh bantai'.'Maaf....jangan....saudara-saudara, babi hutan ini tidak boleh kita makan', kata Ma' Karuwang. 'Tidak boleh kita makan?', sahut yang hadir sambil mata mereka melotot penuh tanya. 'Ya, babi hutan ini tidak boleh kita makan karena...karena..babi hutan ini adalah ibu Ondo, mantan isteri saya', kata Ma' Karuwang sambil menangis. Babi hutan betina inilah yang mengajarkan kepada saya bagaimana caranya membuat radang yang sempurna dan telah saya ajarkan kepada saudara-saudara semua', kata Ma'Karuwang sambil tersedu-sedu. 'Kalau begitu saudara-saudara sekalian kita harus menguburkan tubuh babi hutan ini dengan baik, dan marilah kita menggali tanah yang cukup dalam untuk menguburkan ibu Ondo ini', perintah ketua bantai kepada orang-orang yang hadir.
Begitulah jasad ibu Ondo dikuburkan dengan baik dan mulai saat itu tempat dimana ibu Ondo dikuburkan oleh orang Lasi-Muda dinamakan 'KAOHI-WAWUI' terletak sekitar 150 tombak dari kampung Dayu sekarang.
Setelah 3 bulan Ma' Karuwang berada di bantai berakhirlah panen penduduk. Mereka pulang ke Lasi-Muda untuk membawa hasil panen, dan Ma' Karuwang ikut bersama-sama rombongan itu.
Perhatian penduduk Lasi-Muda tertuju kepada Ma' Karuwang yang mereka anggap sudah meninggal, tetapi ternyata masih hidup dan dapat kembali pulang dengan selamat. Hampir seluruh tubuh Ma' Karuwang basah oleh lemparan telor mentah sebagai tanda kegembiraan orang-orang Lasi-Muda akan kedatangannya.Penduduk Lasi-Muda telah menunggu selama 3 tahun untuk menunggu kedatangan Uria Rin'nyan dan rombongannya.
Semua keluarga yang ikut rombongan Uria Rin'nyan diminta berkumpul. Berturut-turut isteri Uria Rin'nyan, adik Uria Rin'nyan dan ahli waris rombongan. Dengan disaksikan Mantir, Penghulu serta Kepala Adat, berikut orang tua-tua kampung lainnya. Ma' Karuwang membuka boli-boli yang selama ini selalu dibawanya. Ma' Karuwang menunjukkan potongan-potongan ujung kuku, ujung rambut para pengikut Uria Rin'nyan sebagai tanda mereka semua sudah menjadi almarhum dan barang-barang itu menunjukkan arwah mereka. Begitu boli-boli dibuka menangislah para ahli waris. Kemudian musibah ini dikabarkan oleh para ketua kampung lalu mengutus beberapa orang untuk memberitahukan musibah ini kepada Uria Lan'na ke Sangarasi.
Kamis, 22 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar