Pada beberapa abad yang silam orang-orang dari negeri asing datang untuk mengadakan perdagangan keberbagai wilayah Nusantara. Kapal mereka menyinggahi bandar-bandar yang ada disetiap daerah atau wilayah Nusantara untuk mengambil barang hasil bumi, serta menjual barang bawaan mereka untuk keperluan penduduk setempat. Setelah dapat berhubungan dagang dengan penduduk setempat, rupanya mereka juga berkeinginan menguasai wilayah Nusantara. Setelah kepulauwan Nusantara dapat dikuasai mereka, maka para peneliti yang mereka miliki, berkeinginan mengadakan penelitian diberbagai wilayah yang ada di Nusantara ini termasuk juga pulau Kalimantan. Para ahli banyak menemukan beraneka ragam suku dengan beraneka ragam sosial budaya yang terdapat di pulau ini.
Hal inilah yang menyebabkan para peneliti ada yang berminat mengadakan penelitian didaerah ini. Penduduk yang ada di pulau ini, dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yang besar yakni yang bertempat tinggal :
Perkembangan inilah yang menyebabkan adanya asimilasi penduduk setempat dengan penduduk pendatang yang melahirkan generasi yang baru. Generasi baru ini tidak mau menyebutkan dirinya dengan sebutan Dayak yang berarti sama dengan keterbelakangan yang sesuai dengan asal usul mereka, karena tingkat sosial budaya mereka yang sudah agak maju, maka anggota masyarakat ini menyebutkan diri mereka sendiri dengan sebutan Daya.
Hal yang demikian itulah yang perlu diseragamkan agar tidak membuat suatu pertentangan yang membingungkan. Perbedaan penyebutan yang berkenaan dengan suku-suku yang berdomisili dipedalaman atau berasal dari pedalaman cukup beralasan dan dapat dipertanggung jawabkan, misalnya Mikhail Coomans dalam bukunya yang berjudul MANUSIA DAYA, menyebutkan orang Daya bagi anggota masyarakat yang bermukim didaerah pedalaman Kalimantan dan yang tidak beragama Islam. Ada lagi contoh yang pernah diutarakan oleh mantan Gubenur Kalimantan Barat Oyang Oray antara tahun 1960-1965 yang mengatakan bahwa penduduk pedalaman di Kalimantan Barat sudah kurang tepat disebut sebagai Dayak karena sudah tidak terbelakang lagi. lalu ia mengambil contoh Suku Dayak Iban menjadi Daya Iban.
Kedua pernyataan tersebut diatas disebabkan masing-masing dilihat dari segi kepercayaan dan pendidikan yang telah diterima oleh anggota masyarakat suku Dayak yang berada di pedalaman. Akan tetapi yang diharapkan dalam hal ini adalah keberadaan suku-suku pedalaman Kalimantan ditengah suasana perkembangan yang mulai menyerap segala aktifitas diseluruh kehidupan anggota masyarakat. Kalu kita menoleh kebelakang untuk beberapa saat, dan melihat salah satu suku yang ada di Kalimantan Tengah yakni suku Dayak Kapuas (Ngaju, Biaju) setelah diteliti maka ternyata mereka ini berasal dari suku Ot Danum. Oleh karena berasimilasi dari penduduk luar suku tersebut, maka melahirkan generasi baru. Generasi yang baru ini cepat menerima perubahan serta perpindahan tempat tinggal, akan tetapi tidak lagi tinggal dipedalaman melainkan tinggal di daerah-daerah muara sungai yang ada disekitarnya.
Cepatnya menerima budaya yang baru khususnya agama Kristen yang dibawa oleh Zending Bazel yang membawa suku ini kedalam kemajuan yang cukup berarti. Akan tetapi mereka tidak mempemasalahkan soal sebutan suku Dayak atau Daya dan yang terpenting adalah kemajuan yang mereka miliki. Ada juga anggota masyarakat yang merasa tidak puas kalau mereka disebut suku Dayak Biaju. Karena sebutan tersebut kurang mewakili kelompok anggota masyarakat sehingga mereka lebih cenderung kepada sebutan suku Dayak Kapuas atau Ngaju. Perubahan istilah sebutan Dayak menjadi kata Daya, bagi kelompok masyarakat yang ada di daerah ini, tidak terlalu menjadi perhatian karena ada perbedaan istilah Dayak menjadi Daya menimbulkan banyak arti yang mewakili kelompok mereka.
Ada pendapat yang mengatakan kalau masih menggunakan sebutan Dayak, akan melahirkan suatu pertanyaan banyak bahasa yang dipakai, adat istiadat, norma yang berlaku serta kepercayaan yang banyak kepada dewa-dewa dan masih terisolir dari kelompok yang lain. Sehingga melahirkan pendapat yang mengatakan bahwa kelompok yang menamakan diri mereka dengan sebutan Daya berada disatu tingkat dari kelompok atau anggota masyarakat dipedalaman Kalimantan lainnya. Hal demikian itu perlu diteliti kebenarannya. Masih banyak kelompok atau anggota masyarakat yang menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak, walaupun sudah tidak terbelakang serta terisolir lagi. Mereka ini juga tidak mempermasalahkan hal itu, sebab para ahli peneliti Antropologi kita juga menyebutkan suku-suku yang berada di pedalaman Kalimantan digolongkan dengan sebutan Dayak dan tidak ada yang menyebutkan dengan sebutan Daya.
Anggota masyarakat yang bertempat tinggal dibagian tengah pulau Kalimantan, tidak mempermasalahkan soal penulisan dengan sebutan Dayak atau Daya terhadap kelompok mereka. Dan yang terpenting menurut mereka adalah keberadaan kelompok mereka ditengah perkembangan negara kesatuan yang ada sekarang ini. Dibagian selatan dari pulau ini juga akan kita tampilkan kelompok atau anggota masyarakat yang menyebut diri mereka dengan bermacam-macam yakni suku Dayak atau Duson. Alasan mereka untuk menyebutkan nama-nama kelompok itu dengan sebutan suku yang dalam hal ini suku Banjar, karena masyarakat ini mulai pertama menerima kepercayaan Islam setelah kepercayaan Hindu Syiwa, karena pada abad XVI berdiri kerajaan Banjar setelah kerajaan Tanjung Negara yang beragama resmi Hindu Syiwa dengan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi yang dipakai dikerajaan Tanjung Negara. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari pada kerajaan Tanjung Negara. Sehingga semua penduduk yang bertempat tinggal diwilayah kerajaan Banjar dengan kepercayaan resmi Islam, tidak menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak lagi akan tetapi menjadi sebutan Suku Banjar.
Karena suku ini banyak mengadakan komunikasi dengan orang-orang yang datang dari luar wilayahnya. Sedangkan bagi anggota masyarakat yang masih memegang kepercayaan diluar Islam, serta tinggal ditempat yang agak kepedalaman biasanya disebut Dayak atau Duson.
Kelompok ini masih dapat kita temukan sampai sekarang ini di wilayah Waruken, Halong, Mangkupum dan lain sebagainya. Kehidupan anggota masyarakat yang ada di wilayah tersebut diatas tadi, ada kesamaanya dengan anggota masyarakat suku Dayak Maanyan. Diwilayah Kalimantan Selatan ini pada zaman dahulu menurut kisah tutur kata orang Maanyan pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Nansarunai yang merupakan milik kerajaan suku Dayak Maanyan.
Akan tetapi setelah adanya asimilasi dengan orang-orang pendatang yang dalam hal ini suku Jawa, Madura, Bugis dan Melayu, mereka melahirkan generasi yang baru yang tidak lagi menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak. Hal mana tidak menjadi permasalahan disini, sama dengan kelompok masyarakat yang ada di wilayah tengah pulau Kalimantan, dalam hal cara penulisan kelompok mereka.
Melihat penggolongan yang dilakukan oleh J. Mallinckrodt terhadap suku-suku yang ada di wilayah Kalimantan Tengah, khusus Stam ras Ot Danum yang mempunyai Stmmen Groep der Ot Danum, Stmmen Groep der Ngaju, Stmmen Groep der Ma'anyan, Lawangan dan Doesoen (Dusun) dalam bukunya ada trecht Van Borneo, 1928; halaman 21-27.
Dia mengatakan bahwa suku-suku yang terdapat diatas, beridentik dengan suku Ot Danum. Keterangan tersebut hanya sesuai dengan Stammen Groep der Ngaju yang mempunyai Stam ras Ot Danum lain halnya dengan suku Dayak Maanyan.
Karena semua hulu sungai yang terdapat diwilayah suku Ngaju berhulu didaerah pemukiman suku Ot Danum atau berasal dari pegunungan Schwanner. Sehingga penyebaran dari suku Ngaju kemungkinan besar melalui arus dari beberapa sungai yang ada didaerah ini. Dengan demikian suku Ngaju berasimilasi dengan penduduk yang bermukim ditepi sungai yang asalnya dari daerah pegunungan Schwanner sebagai tempat pemukiman tetap dari suku Ot Danum. Perihal yang mengatakan Stammen Groep der Ma'anyan, Lawangan dan Doesoen (Dusun) termasuk Ot Danum tidaklah tepat, karena tempat asal dari suku Dayak Maanyan dan suku yang lainnya itu, tidak dari semula berasal ditempat tinggal mereka yang ada sekarang ini. Melainkan berasal dari wilayah Kalimantan Selatan, khususnya pada aliran sungai Martapura dan sungai Tabalong, maupun pertemuan air dari sungai tersebut diatas. Sungai Martapura dan sungai Tabalong tidak berhulu diwilayah pegunungan Schwanner, melainkan berasal dari daerah kaki pegunungan Maeratus yang berada disebelah timur dari pegunungan dari pegunungan Schwanner.
Khusus mengenai Lawangan atau suku Dayak Lawangan, mereka banyak terdapat disepanjang sungai Karau, Paku'u, Awang dan sekitarnya. Akan tetapi kehidupan suku ini mendapat pengaruh dari beberapa suku, dalam hal ini adalah suku Dayak Maanyan, Tanjung dan Benuaq karena tempat mereka bermukim berdekatan. Lokasi pemukiman yang demikian membuat mereka terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung kepada pola kehidupan orang-orang suku Dayak Maanyan.
Dilain pihak suku Lawangan mendapat pengaruh dari suku-suku yang berasal dari Kalimantan Timur, khusus suku Dayak Tanjung dan Benuaq. Kesamaan suku Dayak Lawangan dengan suku Dayak Tanjung dan Benuaq adalah dalam hal upacara keagamaan dan bahasa. Walaupun suku Dayak Lawangan ada kesamaannya dengan suku-suku yang disebutkan diatas tadi, akan tetapi suku ini lebih cenderung kepada suku Dayak Maanyan dalam hal sosial budaya. Penyebutan kepada kelompok anggota masyarakat yang menamakan diri mereka dengan sebutan Duson, hal ini bermula sejak berdirinya Kerajaan Banjar pada abad ke-16 sebutan itu dipengaruhi berdasarkan tempat tinggal serta komunikasi yang mereka gunakan, misalnya : Duson Pangelak, Bukit dan lainnya. Akan tetapi dari segi kepercayaan dan kebudayaan suku ini ada kesamaannya dengan suku Dayak Ma'anyan diwilayah Kalimantan Tengah yang secara khusus di daerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima.
Dari segi bahasa suku Dayak Maanyan masuk kedalam kelompok Isolect Barito Tenggara, sedangkan bahasa Ot Danum Isolect Barito Barat Laut.
(buku bacaan : Prof. Dr. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 1987, halaman 122. Dan suku Dayak Samihin di Kalimantan Tenggara yang mereka sebut dengan nama Dusun Tumma'ng)
J. Mallinckrodt dalam menentukan Stammen Groep dari Maanyan, Lawangan dan Duson yang masuk ke dalam Stam ras Ot Danum dikarenakan ia melihat dari segi upacara ritual yang dimiliki oleh anggota masyarakat tersebut diatas. Upacara ritual tersebut adalah upacara Ijambe yang dimiliki oleh masyarakat Paju Epat yang mempunyai kesamaan dengan upacara Tiwah milik anggota masyarakat suku Ngaju. Ia juga melihat upacara adat didaerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima serta Lawangan yang tidak mempunyai kesamaan dengan upacara adat ritual dengan Tiwah misalnya.
Upacara tersebut adalah Miya, Ngadaton serta Wara. Ketiga jenis upacara adat tentang duka cita tersebut, sehingga dengan mudah digabungkan dengan stam ras tertentu. Hal demikian itu tidaklah tepat.
Dari segi sejarah Tradisional, yang kepunyaan suku Dayak Ngaju yaitu TETEK TATUM tidak pernah ketemu dengan dengan sejarah tradisional suku Dayak Maanyan yaitu TALIWAKAS. Walaupun demikian mereka sama-sama penduduk asli pulau Kalimantan, hanya saja suku Dayak Ngaju kemungkinan datang dari arah Utara sedangkan suku Dayak Maanyan dari arah Selatan pulau Kalimantan. Dan kedua suku ini dibatasi oleh sungai Barito.
Hal inilah yang menyebabkan para peneliti ada yang berminat mengadakan penelitian didaerah ini. Penduduk yang ada di pulau ini, dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yang besar yakni yang bertempat tinggal :
- Penduduk pendatang biasanya mendiami pesisir pantai serta muara-muara sungai yang besar yang terdapat di daerah ini, misalnya Bugis, Melayu dan lain sebagainya.
- Sedangkan penduduk asli Kalimantan atau yang pertama mendiami pulau tersebut, biasanya berada dipedalaman dengan keadaan sosial budaya yang sangat sederhana sekali.
- Bagi penduduk yang bermukim dipesisir pantai, dan muara sungai mempunyai tingkat sosial budaya yang sudah maju kalau dibandingkan dengan penduduk asli. Biasanya mereka ini telah mempunyai kepercayaan yang umumnya Islam.
- Dan bagi anggota masyarakat yang bermukim dipedalaman, baik itu ditepi sungai ataupun didaerah perbukitan biasanya mempunyai kepercayaan Animisme.
Perkembangan inilah yang menyebabkan adanya asimilasi penduduk setempat dengan penduduk pendatang yang melahirkan generasi yang baru. Generasi baru ini tidak mau menyebutkan dirinya dengan sebutan Dayak yang berarti sama dengan keterbelakangan yang sesuai dengan asal usul mereka, karena tingkat sosial budaya mereka yang sudah agak maju, maka anggota masyarakat ini menyebutkan diri mereka sendiri dengan sebutan Daya.
Hal yang demikian itulah yang perlu diseragamkan agar tidak membuat suatu pertentangan yang membingungkan. Perbedaan penyebutan yang berkenaan dengan suku-suku yang berdomisili dipedalaman atau berasal dari pedalaman cukup beralasan dan dapat dipertanggung jawabkan, misalnya Mikhail Coomans dalam bukunya yang berjudul MANUSIA DAYA, menyebutkan orang Daya bagi anggota masyarakat yang bermukim didaerah pedalaman Kalimantan dan yang tidak beragama Islam. Ada lagi contoh yang pernah diutarakan oleh mantan Gubenur Kalimantan Barat Oyang Oray antara tahun 1960-1965 yang mengatakan bahwa penduduk pedalaman di Kalimantan Barat sudah kurang tepat disebut sebagai Dayak karena sudah tidak terbelakang lagi. lalu ia mengambil contoh Suku Dayak Iban menjadi Daya Iban.
Kedua pernyataan tersebut diatas disebabkan masing-masing dilihat dari segi kepercayaan dan pendidikan yang telah diterima oleh anggota masyarakat suku Dayak yang berada di pedalaman. Akan tetapi yang diharapkan dalam hal ini adalah keberadaan suku-suku pedalaman Kalimantan ditengah suasana perkembangan yang mulai menyerap segala aktifitas diseluruh kehidupan anggota masyarakat. Kalu kita menoleh kebelakang untuk beberapa saat, dan melihat salah satu suku yang ada di Kalimantan Tengah yakni suku Dayak Kapuas (Ngaju, Biaju) setelah diteliti maka ternyata mereka ini berasal dari suku Ot Danum. Oleh karena berasimilasi dari penduduk luar suku tersebut, maka melahirkan generasi baru. Generasi yang baru ini cepat menerima perubahan serta perpindahan tempat tinggal, akan tetapi tidak lagi tinggal dipedalaman melainkan tinggal di daerah-daerah muara sungai yang ada disekitarnya.
Cepatnya menerima budaya yang baru khususnya agama Kristen yang dibawa oleh Zending Bazel yang membawa suku ini kedalam kemajuan yang cukup berarti. Akan tetapi mereka tidak mempemasalahkan soal sebutan suku Dayak atau Daya dan yang terpenting adalah kemajuan yang mereka miliki. Ada juga anggota masyarakat yang merasa tidak puas kalau mereka disebut suku Dayak Biaju. Karena sebutan tersebut kurang mewakili kelompok anggota masyarakat sehingga mereka lebih cenderung kepada sebutan suku Dayak Kapuas atau Ngaju. Perubahan istilah sebutan Dayak menjadi kata Daya, bagi kelompok masyarakat yang ada di daerah ini, tidak terlalu menjadi perhatian karena ada perbedaan istilah Dayak menjadi Daya menimbulkan banyak arti yang mewakili kelompok mereka.
Ada pendapat yang mengatakan kalau masih menggunakan sebutan Dayak, akan melahirkan suatu pertanyaan banyak bahasa yang dipakai, adat istiadat, norma yang berlaku serta kepercayaan yang banyak kepada dewa-dewa dan masih terisolir dari kelompok yang lain. Sehingga melahirkan pendapat yang mengatakan bahwa kelompok yang menamakan diri mereka dengan sebutan Daya berada disatu tingkat dari kelompok atau anggota masyarakat dipedalaman Kalimantan lainnya. Hal demikian itu perlu diteliti kebenarannya. Masih banyak kelompok atau anggota masyarakat yang menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak, walaupun sudah tidak terbelakang serta terisolir lagi. Mereka ini juga tidak mempermasalahkan hal itu, sebab para ahli peneliti Antropologi kita juga menyebutkan suku-suku yang berada di pedalaman Kalimantan digolongkan dengan sebutan Dayak dan tidak ada yang menyebutkan dengan sebutan Daya.
Anggota masyarakat yang bertempat tinggal dibagian tengah pulau Kalimantan, tidak mempermasalahkan soal penulisan dengan sebutan Dayak atau Daya terhadap kelompok mereka. Dan yang terpenting menurut mereka adalah keberadaan kelompok mereka ditengah perkembangan negara kesatuan yang ada sekarang ini. Dibagian selatan dari pulau ini juga akan kita tampilkan kelompok atau anggota masyarakat yang menyebut diri mereka dengan bermacam-macam yakni suku Dayak atau Duson. Alasan mereka untuk menyebutkan nama-nama kelompok itu dengan sebutan suku yang dalam hal ini suku Banjar, karena masyarakat ini mulai pertama menerima kepercayaan Islam setelah kepercayaan Hindu Syiwa, karena pada abad XVI berdiri kerajaan Banjar setelah kerajaan Tanjung Negara yang beragama resmi Hindu Syiwa dengan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi yang dipakai dikerajaan Tanjung Negara. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari pada kerajaan Tanjung Negara. Sehingga semua penduduk yang bertempat tinggal diwilayah kerajaan Banjar dengan kepercayaan resmi Islam, tidak menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak lagi akan tetapi menjadi sebutan Suku Banjar.
Karena suku ini banyak mengadakan komunikasi dengan orang-orang yang datang dari luar wilayahnya. Sedangkan bagi anggota masyarakat yang masih memegang kepercayaan diluar Islam, serta tinggal ditempat yang agak kepedalaman biasanya disebut Dayak atau Duson.
Kelompok ini masih dapat kita temukan sampai sekarang ini di wilayah Waruken, Halong, Mangkupum dan lain sebagainya. Kehidupan anggota masyarakat yang ada di wilayah tersebut diatas tadi, ada kesamaanya dengan anggota masyarakat suku Dayak Maanyan. Diwilayah Kalimantan Selatan ini pada zaman dahulu menurut kisah tutur kata orang Maanyan pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Nansarunai yang merupakan milik kerajaan suku Dayak Maanyan.
Akan tetapi setelah adanya asimilasi dengan orang-orang pendatang yang dalam hal ini suku Jawa, Madura, Bugis dan Melayu, mereka melahirkan generasi yang baru yang tidak lagi menyebutkan diri mereka dengan sebutan Dayak. Hal mana tidak menjadi permasalahan disini, sama dengan kelompok masyarakat yang ada di wilayah tengah pulau Kalimantan, dalam hal cara penulisan kelompok mereka.
Melihat penggolongan yang dilakukan oleh J. Mallinckrodt terhadap suku-suku yang ada di wilayah Kalimantan Tengah, khusus Stam ras Ot Danum yang mempunyai Stmmen Groep der Ot Danum, Stmmen Groep der Ngaju, Stmmen Groep der Ma'anyan, Lawangan dan Doesoen (Dusun) dalam bukunya ada trecht Van Borneo, 1928; halaman 21-27.
Dia mengatakan bahwa suku-suku yang terdapat diatas, beridentik dengan suku Ot Danum. Keterangan tersebut hanya sesuai dengan Stammen Groep der Ngaju yang mempunyai Stam ras Ot Danum lain halnya dengan suku Dayak Maanyan.
Karena semua hulu sungai yang terdapat diwilayah suku Ngaju berhulu didaerah pemukiman suku Ot Danum atau berasal dari pegunungan Schwanner. Sehingga penyebaran dari suku Ngaju kemungkinan besar melalui arus dari beberapa sungai yang ada didaerah ini. Dengan demikian suku Ngaju berasimilasi dengan penduduk yang bermukim ditepi sungai yang asalnya dari daerah pegunungan Schwanner sebagai tempat pemukiman tetap dari suku Ot Danum. Perihal yang mengatakan Stammen Groep der Ma'anyan, Lawangan dan Doesoen (Dusun) termasuk Ot Danum tidaklah tepat, karena tempat asal dari suku Dayak Maanyan dan suku yang lainnya itu, tidak dari semula berasal ditempat tinggal mereka yang ada sekarang ini. Melainkan berasal dari wilayah Kalimantan Selatan, khususnya pada aliran sungai Martapura dan sungai Tabalong, maupun pertemuan air dari sungai tersebut diatas. Sungai Martapura dan sungai Tabalong tidak berhulu diwilayah pegunungan Schwanner, melainkan berasal dari daerah kaki pegunungan Maeratus yang berada disebelah timur dari pegunungan dari pegunungan Schwanner.
Khusus mengenai Lawangan atau suku Dayak Lawangan, mereka banyak terdapat disepanjang sungai Karau, Paku'u, Awang dan sekitarnya. Akan tetapi kehidupan suku ini mendapat pengaruh dari beberapa suku, dalam hal ini adalah suku Dayak Maanyan, Tanjung dan Benuaq karena tempat mereka bermukim berdekatan. Lokasi pemukiman yang demikian membuat mereka terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung kepada pola kehidupan orang-orang suku Dayak Maanyan.
Dilain pihak suku Lawangan mendapat pengaruh dari suku-suku yang berasal dari Kalimantan Timur, khusus suku Dayak Tanjung dan Benuaq. Kesamaan suku Dayak Lawangan dengan suku Dayak Tanjung dan Benuaq adalah dalam hal upacara keagamaan dan bahasa. Walaupun suku Dayak Lawangan ada kesamaannya dengan suku-suku yang disebutkan diatas tadi, akan tetapi suku ini lebih cenderung kepada suku Dayak Maanyan dalam hal sosial budaya. Penyebutan kepada kelompok anggota masyarakat yang menamakan diri mereka dengan sebutan Duson, hal ini bermula sejak berdirinya Kerajaan Banjar pada abad ke-16 sebutan itu dipengaruhi berdasarkan tempat tinggal serta komunikasi yang mereka gunakan, misalnya : Duson Pangelak, Bukit dan lainnya. Akan tetapi dari segi kepercayaan dan kebudayaan suku ini ada kesamaannya dengan suku Dayak Ma'anyan diwilayah Kalimantan Tengah yang secara khusus di daerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima.
Dari segi bahasa suku Dayak Maanyan masuk kedalam kelompok Isolect Barito Tenggara, sedangkan bahasa Ot Danum Isolect Barito Barat Laut.
(buku bacaan : Prof. Dr. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 1987, halaman 122. Dan suku Dayak Samihin di Kalimantan Tenggara yang mereka sebut dengan nama Dusun Tumma'ng)
J. Mallinckrodt dalam menentukan Stammen Groep dari Maanyan, Lawangan dan Duson yang masuk ke dalam Stam ras Ot Danum dikarenakan ia melihat dari segi upacara ritual yang dimiliki oleh anggota masyarakat tersebut diatas. Upacara ritual tersebut adalah upacara Ijambe yang dimiliki oleh masyarakat Paju Epat yang mempunyai kesamaan dengan upacara Tiwah milik anggota masyarakat suku Ngaju. Ia juga melihat upacara adat didaerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima serta Lawangan yang tidak mempunyai kesamaan dengan upacara adat ritual dengan Tiwah misalnya.
Upacara tersebut adalah Miya, Ngadaton serta Wara. Ketiga jenis upacara adat tentang duka cita tersebut, sehingga dengan mudah digabungkan dengan stam ras tertentu. Hal demikian itu tidaklah tepat.
Dari segi sejarah Tradisional, yang kepunyaan suku Dayak Ngaju yaitu TETEK TATUM tidak pernah ketemu dengan dengan sejarah tradisional suku Dayak Maanyan yaitu TALIWAKAS. Walaupun demikian mereka sama-sama penduduk asli pulau Kalimantan, hanya saja suku Dayak Ngaju kemungkinan datang dari arah Utara sedangkan suku Dayak Maanyan dari arah Selatan pulau Kalimantan. Dan kedua suku ini dibatasi oleh sungai Barito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar