Bahwa di Nansarunai (diperkirakan daerah Kalimantan Selatan) ada sebelas orang tokoh dan mereka ini mengadakan hubungan dengan daerah seberang.
Kesebelas tokoh tersebut adalah :
Akibat dari kemarau panjang ini maka semua sungai dan sumur menjadi kering. Pada waktu itu ada seorang tokoh Nansarunai yang bernama Ambah Jarang mempunyai sebuah sumur dan hal ini tak seorangpun mengetahuinya. Tetapi si istri tuan Panayar (yang ditinggalkan suaminya keseberang) tersebut memelihara burung "Winsi" dan dia melihat setiap "Winsi" pulang selalu basah bulunya bekas mandi air. Sehingga berdasarkan petunjuk burung inilah maka si istri tuan Panayar mengikuti kemana saja burung itu terbang yang akhirnya sampailah ke sebuah sumur yang penuh dengan air yang jernih dan tenang.
Suatu ketika Ambah Jarang yang mempunyai sumur itu melihat ada wanita cantik yang mengambil air di sumurnya maka ditangkapnyalah si wanita itu lalu dijadikan istrinya.
Ketika suami (Tuan Panayar) datang dari seberang dengan maksud mengambil istrinya, tetapi dia terkejut karena istrinya sudah diambil ke Nansarunai dengan membawa serombongan orang-orang untuk menyerang tokoh-tokoh Nansarunai. Dan akhirnya ke-10 tokoh Nansarunai tewas semua yang kemudian peristiwa ini dikenal dengan nama Nansarunai Usak Jawa yang artinya Nansarunai diserang dari/oleh orang dari seberang.
Hanya satu orang yang bernama Datu Garinsingan bergelar Miharaja Handak Lala yang berhasil hidup dan bersama ke-12 putera ke daerah pegunungan. Ke-12 putera ini dikenal selaku 12 kesatria yang disebut "Pangundraun". Setelah ke-12 kesatriai ni cukup dewasa mereka kembali ke Nansarunai. Dan mereka merebutnya kembali.
Tetapi Nansarunai yang mereka rebut kembali itu sudah hancur, porak-poranda. Dari ke-12 kesatria ini yang menjadi sangat terkenal dan selalu terdapat dalam nyanyian para Hiyang wadian ialah Idung bergelar Dambung Ilep Nyilu, Patis Payung Andrau dan Jarang bergelar Dambung Lamuara, Ratu Gahanuluh dan Dambung Panding bergelar Raden Riak Gansa Purun. Dikalangan suku Dayak Maanya Paju IV yang bernama Dambung Panding bergelar Raden Riak Gansa Purun tidak diakui sebab dia kawin diseberang sewaktu mereka menuntut balas.
Setelah berhasil merebut kembali Nansarunai barulah orang mulai mengumpulkan tulang-tulang dari tokoh Nansarunai yang mati dalam pertempuran sewaktu Nansarunai Usak Jawa. Pada saat ini seorang tokoh adat yang disebut dengan Mawuntu mengatakan bahwa mayat atau kerangka tulang yang tidak mempunyai tengkorak tidak dapat di "Ijambekan", tetapi ada yang berpendapat bisa dilaksanakan Ijambe.
Dari peristiwa inilah lahir beberapa jenis upacara kematian suku dayak Maanyan. Sampai saat sekarang dikenal adalah Mi'a, dan Ngadaton pada suku dayak Maanyan Paju X dan Ijambe pada suku dayak Maanyan Paju IV. Dalam bahasa dayak Maanyan, Ijambe ini disebut dengan Gawe Baukangumbang Kungkanbaraus Gurun. Dan Mi'a atau Ngadaton disebut dengan Gawe Bakurung Kunsi, Kungkan Miaduh Dalam.
Kesebelas tokoh tersebut adalah :
- Ambah Jarang/Datu Taturan Wulan bergelar Miharaja Papangkat Amas dengan istrinya Dara Gansa Tulen bergelar Suraibu Agung Pahur Langit. Putera mereka bernama Jarang, bergelar Dambung Lamuara Datu Gahanuluan.
- Ambah Idung/Datu Nuluh Wamban bergelar Miharaja Tinyau Laut dengan istrinya Dara Babar Wunrung bergelar Suraibu Dadamparan Manyang. Putera mereka bernama Idung bergelar Dambung Ilap Nyilu, Patis Payung Andrau.
- Datu Bias Layar bergelar Miharaja Tampi Dagang, dengan istrinya Dara Ngumpani Banang bergelar Suraibu Mubai Kapas. Putera mereka bernama Dambung Panding bergelar Raden Siak Gansa Purun.
- Datu Pantahala Langit bergelar Miharaja Kabeh Lalan Andrau, dengan istrinya bernama Dara Pansu Kasa bergelar Suraibu Turus Ranan. Putera mereka bernama Mantir Kaki bergelar Ratu Ngaluh Langit.
- Datu Garinsingan bergelar Miharaja Handak Lala dengan istrinya bernama Dara Pansu Amas bergelar Suraibu Wulan Tunyung. Putera mereka bernama Anyawungan bergelar Dambung Anya Gunung bergelar Ratu Guruh Langit.
- Datu sangan Langit bergelar Miharaja Tutuyan Andrau dengan istrinya bernama Dara Sundra Undru bergelar Suraibu Tumiasan Wulan. Putera mereka bernama Anggar bergelar Dambung Lampang Dinei bergelar Gandamean Sinsing.
- Datu Dauh Langit bergelar Miharaja Nantur Lalan Andrau dengan istrinya bernama Dara Lancir Ganda bergelar Suraibu Mangatekang lengan. Putera mereka bernamaPapak Ranggen Limbun bergelar Ratu Agung Mansing.
- Datu Papusuk Langit bergelar Miharaja Sungkul Lalan Andrau dengan istrinya bernama Dara Babar Wunge bergelar Suraibu Pangilewu Amas. Putera mereka bernama Dambung Bakas Maleh bergelar Ratu Nyalur Langit.
- Datu Mangkarean bergelar Miharaja Puput Wawun Tangun dengan istrinya bernama DaraPansu Lumiang bergelar Suraibu Wulan Lalung. Putera mereka bernama Dambung Bakas Maleh bergelar Punsu Raya Gunung.
- Datu Punyut Tulusan bergelar Miharaja Gunung Lansir dengan istrinya Apen Katurak Wawei bergelar Suraibu Ine Jawen Piutandrik. Putere mereka bernama Mantir Talengu bergelar Ganda Papan Wewei.
- Datu Masa Liau bergelar Miharaja Meru Ingkai, dia ini beristri dua :
- Istri pertama ; Dara Tamuruk Unsu bergelar Diang Hamai Panuluan. Putera mereka bernama Dambung Tengki Maleh bergelar Ratu Guruh Raya.
- Istri kedua ; Apen Piteng bergelar Wawei Mapait Nanam. Putera mereka bernama Dambung Kanurung bergelar Ratu Agung Meru.
Akibat dari kemarau panjang ini maka semua sungai dan sumur menjadi kering. Pada waktu itu ada seorang tokoh Nansarunai yang bernama Ambah Jarang mempunyai sebuah sumur dan hal ini tak seorangpun mengetahuinya. Tetapi si istri tuan Panayar (yang ditinggalkan suaminya keseberang) tersebut memelihara burung "Winsi" dan dia melihat setiap "Winsi" pulang selalu basah bulunya bekas mandi air. Sehingga berdasarkan petunjuk burung inilah maka si istri tuan Panayar mengikuti kemana saja burung itu terbang yang akhirnya sampailah ke sebuah sumur yang penuh dengan air yang jernih dan tenang.
Suatu ketika Ambah Jarang yang mempunyai sumur itu melihat ada wanita cantik yang mengambil air di sumurnya maka ditangkapnyalah si wanita itu lalu dijadikan istrinya.
Ketika suami (Tuan Panayar) datang dari seberang dengan maksud mengambil istrinya, tetapi dia terkejut karena istrinya sudah diambil ke Nansarunai dengan membawa serombongan orang-orang untuk menyerang tokoh-tokoh Nansarunai. Dan akhirnya ke-10 tokoh Nansarunai tewas semua yang kemudian peristiwa ini dikenal dengan nama Nansarunai Usak Jawa yang artinya Nansarunai diserang dari/oleh orang dari seberang.
Hanya satu orang yang bernama Datu Garinsingan bergelar Miharaja Handak Lala yang berhasil hidup dan bersama ke-12 putera ke daerah pegunungan. Ke-12 putera ini dikenal selaku 12 kesatria yang disebut "Pangundraun". Setelah ke-12 kesatriai ni cukup dewasa mereka kembali ke Nansarunai. Dan mereka merebutnya kembali.
Tetapi Nansarunai yang mereka rebut kembali itu sudah hancur, porak-poranda. Dari ke-12 kesatria ini yang menjadi sangat terkenal dan selalu terdapat dalam nyanyian para Hiyang wadian ialah Idung bergelar Dambung Ilep Nyilu, Patis Payung Andrau dan Jarang bergelar Dambung Lamuara, Ratu Gahanuluh dan Dambung Panding bergelar Raden Riak Gansa Purun. Dikalangan suku Dayak Maanya Paju IV yang bernama Dambung Panding bergelar Raden Riak Gansa Purun tidak diakui sebab dia kawin diseberang sewaktu mereka menuntut balas.
Setelah berhasil merebut kembali Nansarunai barulah orang mulai mengumpulkan tulang-tulang dari tokoh Nansarunai yang mati dalam pertempuran sewaktu Nansarunai Usak Jawa. Pada saat ini seorang tokoh adat yang disebut dengan Mawuntu mengatakan bahwa mayat atau kerangka tulang yang tidak mempunyai tengkorak tidak dapat di "Ijambekan", tetapi ada yang berpendapat bisa dilaksanakan Ijambe.
Dari peristiwa inilah lahir beberapa jenis upacara kematian suku dayak Maanyan. Sampai saat sekarang dikenal adalah Mi'a, dan Ngadaton pada suku dayak Maanyan Paju X dan Ijambe pada suku dayak Maanyan Paju IV. Dalam bahasa dayak Maanyan, Ijambe ini disebut dengan Gawe Baukangumbang Kungkanbaraus Gurun. Dan Mi'a atau Ngadaton disebut dengan Gawe Bakurung Kunsi, Kungkan Miaduh Dalam.
1 komentar:
Bgus bngets crita'x..!
Posting Komentar