kata-kata mutiara

Presiden Soekarno mengatakan :
"Jangan sekali-kali melupakan sejarah!"
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"

Presiden John Fitzgerald Kennedy mengatakan :
"Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."

Senin, 25 Agustus 2008

Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan Madagaskar

Sebuah Mesjid kuno berusia hampir lima abad saat ini masih berdiri dengan tegar di kawasan Pasar Arba, ibukota Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan atau berjarak 16 km dari kota Amuntai.
Mesjid itu didirikan tahun 1528, oleh seorang Mubalig suku Dayak Maanyan bernama Labai Lamiah. Ia berasal dari daerah Martapura yang telah mendapat kursus kilat tentang agama Islam.
Bangunan itu berbentuk joglo, sebab sewaktu mendirikannya Labai Lamiah mendapat petunjuk dari para ulama asal Demak, Banten dan Aceh.
Ulama-ulama itu rupanya datang bersamaan berkenaan dengan kemenangan Pangeran Samudera melawan pamannya Raden Datu Tumenggung hari Rabu 24 September 1526, di Jengah Besar tidak jauh dari kota Banjarmasin sekarang.
Menurut penduduk setempat dan penuturan orang-orang Maanyan, serta dari generasi ke generasi berikutnya, dahulu disana pernah berdiri sebuah kerajaan orang Maanyan.
Raja dan rakyatnya, masih percaya terhadap roh para leluhur dan kerjaan itu mereka namakan Nansarunai. Dinamakan Nansarunai, sebab rakyatnya gemar menari dan menyanyi dengan iringan alat musik yang dominan, berupa suling berlobang tujuh buah yang dinamakan serunai.
Dalam lafal orang Maanyan menjadi Sarunai. Sedangkan kata Nan mungkin berasal dari bahasa Melayu, berarti yang. Sehingga Nansarunai , berarti sebuah kerajaan dimana raja dan rakyatnya yang gemar bermain musik. Kerajaan berdiri pada tahun 1309 dengan raja pertama Raden Japutra Layar.
Selain bermain musik tari dan nyanyi, mereka juga gemasa main sepak takrau, pesta adat dan mengadu ayam jago. Ayam jago diadu dalam sebuah kandang berukuran 3 kali 3 depa yang disebut Manguntur, bertempat di sebuah lapangan terbuka.
Manguntur itu bisa dibangun beberapa buah, agar suasana menjadi lebih meriah, terutama kalau salah satu dari dua ayam jago aduan itu mendapat kemenangan.
Sebelum diadu kedua ayam jago itu dipersenjatai lebih dahulu dengan sebuah pisau kecil yang disebut taji. Orang Maanyan kuno, mengetahui tuah tiap-tiap ayam jago aduan, dari jenis warna bulu-bulunya. Misalnya jenis Lahe, Wido, Biring dan sebagainya, masing-masing membawa tuah sendiri-sendiri.
Raja menempati rumah yang disebelah kanan kirinya diberi ruangan disebut Anyu'ng. Sedangkan untuk pesta adat ada sebuah balai adat yang disebut Jaro Pirarahan.
Kehidupan rakyatnya makmur, disebabkan mereka mengadakan perdagangan sampai ke Indragiri, Majapahit, Sulawesi Selatan dan bahkan Madagaskar.
Barang dagangan yang mereka bawa keluar antara lain kayu besi, getah, damar, rotan, madu lebah hutan dan lain-lain. Ada juga pedagang dari luar yang datang ke Nansarunai seperti saudagar keliling dari daerah Kediri di Majapahit. Pedagang-pedagang keliling inilah yang melaporkan ke Majaphit bahwa ada sebuah kerajaan di pedalaman aliran sungai Tabalong, dimana rakyatnya bersifat riang suka bermain musik, tari dan nyanyi. Waktu itu komposisi ethnis di Kalimantan Tenggara terdiri dari Maanyan, Lawangan, Bukit dan Bakumpai.

Menyamar
Tahun 1350, Laksamana Nala mengadakan ekspedisi ke Nansarunai dengan menyamar sebagai nahkoda kapal dagang. Di Nansarunai ia memakai nama samaran Tuan Penayar dan bertemu dengan Raja Raden Anyan, bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, serta Ratu Dara Gangsa Tulen.
Laksaman Nala sangat kagum melihat begitu banyak barang-barang terbuat dari emas murni, ketika ia dipersilahkan untuk melihat-lihat perlengkapan pesta adat di ruangan tempat bermusyawarah. Yang sangat dikagumi oleh Laksamana Nala, ialah sokoguru balai adat yang terbuat dari emas murni juga dimana dibagian atasnya bermotif patung manusia.
Setelah kembali ke Majapahit, Laksamana Nala berpendapat, untuk menundukkan Nansarunai, harus dicari kelemahan Raja Raden Anyan yang mempunyai kharisma kuat. Pada pelayanan berikutnya, Laksamana Nala membawa serta seorang panglima perangnya yang bernama Demang Wiraja dengan memakai nama samaran Tuan Andringau, serta beberapa prajurit dari suku Kalang. Hasil pengamatan Demang Wiraja dilaporkan kepada Laksamana Nala.
Demikianlah pada awal tahun 1356, Laksamna Nala datang lagi ke Nansarunai dengan membawa serta istrinya bernama Damayanti. Sewaktu kembali ke Majapahit, sengaja Laksamana Nala membiarkankan isterinya tinggal di Nansarunai. Damayanti berwajah sangat cantik dan pribadinya menarik.
Pada tahun 1356 itu, terjadi kemarau panjang, sehingga Raja Raden Anyan secara kebetulan bertemu dengan Damayanti di sumur yang khusus diperuntukkan bagi anggota keluarga kerajaan. Pertemuan pertama berlanjut dengan kedua dan demikian seterusnya, sehingga Damayanti melahirkan seorang anak perempuan, lau diberi nama Sekar Mekar.
Pada awal tahun 1358, Laksamana Nala datang ke Nansarunai dan menemukan isterinya sedang menimang seorang anak perempuan. Damayanti yang memakai nama samaran Samoni Batu, menerangkan bahwa anak yang ada dipangkuaanya itu adalah anak anak mereka berdua. Dan Laksamana Nala percaya saja akan apa yang telah dikatakan oleh isterinya itu.
Ketika kembali ke Majapahit, Damayanti beserta anaknya dibawa serta, alau tinggal dipangkalan aramada laut Majapahit di Tuban. Beberapa bulan kemudian, Laksamana Nala secara kebetulan mendengar isterinya bersenandung untuk menidurkan puterinya dimana syair-syairnya menyebutkan bahwa Sekar Mekar mempunyai ayah yang sebenarnya ialah Raja Raden Anyan.
Bulan April 1358, datanglah prajurit-prajurit Majapahit, dibawah pimpinan Laksamana Nala dan Demang Wiraja menyerang Nansarunai. Mereka membakar apa saja termasuk kapal-kapal yang ada di pelabuhan dan rumah-rumah penduduk. Serangan itu mendapat perlawanan gigih prajurit-prajurit Nansarunai walaupun mereka kurang terlatih.
Menurut cerita, Ratu Dara Gangsa Tulen bersembunyi dipelepah kelapa gading bersenjata pisau dari besi kuning, bernama Lading Lansar Kuning. Ia banyak menimbulkan korban pada pihak musuh sebelum ia sendiri gugur.
Raja Raden Anyan dalam keadaan terdesak lalu disembunyikan oleh para Patih dan Uria kedalam sebuah sumur tua yang sudah tidak berair lagi. Diatas kepalanya ditutup dengan sembilan buah gong besar, kemudian dirapikan dengan tanah dan rerumputan, agar tidak mudah diketahui musuh.
Ketika keadaan sudah bisa dikuasai oleh pihak Majapahit, Laksamana Nala memerintahkan Demang Wiraja untuk mencari Raden Anyan hidup atau mati. Atas petunjuk prajurit-prajurit suku Kalang yang terkenal mempunyai indera yang tajam, tempat persembunyian Raja Raden Anyan akhirnya dapat ditemukan.
Raja Raden Anyan tewas kena tumbak Laksamana Nala dengan lembing bertangkai panjang. Peristiwa hancurnya Nansarunai dalam perang tahun 1358 itu, terkenal dalam sejarah lisan suku Dayak Maanyan yang mereka sebut Nansarunai Usak Jawa.
Dalam perang itu telah gugur pula seorang nahkoda kapal dagang Nansarunai yang terkenal berani mengarungi lautan luas bernama Jumulaha. Ia banyak bergaul dan bersahabat dengan pelaut-pelaut asal Bugis dan Bajau. Untuk mengenang persahabatan itu, maka puterinya yang lahir ketika ditinggalkan sedang berlayar, diberi nama berbau Bugis yaitu La Isomena.

Unsur Besi
Prajurit-prajurit Majaphit yang gugur dalam perang tahun 1358 itu, diperabukan berikut persenjattan yang mereka miliki, didekat sungai Tabalong yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Tambak-Wasi. Tambak arti kuburan dan Wasi artinya besi dalam bahasa Maanyan kuno. Sehingga Tambak-Wasi artinya adalah kuburan yang mengandung unsur besi.
Pendiri kerajaan Nansarunai adalah Raden Japutra Layar yang memerintah dari tahun 1309-1329 dilanjutkan Raden Neno 1329-1349 dan yang terkahir Raden Anyan 1349-1358. Gelas raden hanya khusus untuk raja, sedangkan para bangsawan lainnya memakai gelas patih, uria, damo;ng, pating'i, datu dan sebaginya. Gelar raden itu berasal dari Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi raja adalah seorang pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan Majapahit.
Ketika penyebaran agama Islam sampai ke Pasar Arba yang dipimpin oleh Labai Lamiah beserta para ulama sal Demak, Banten dan Aceh dalam tahun 1528, balai adat yang semula dihancurkan oleh Laksamana Nala dalam atahun 1358, sudah dibangun kembali dan dipergunakan untuk upacara adat Hindu Kaharingan pada zaman Majapahit berkuasa disana.
Setelah kedatangan agama Islam, balai adat itu dirobah fungsinya menjadi mesjid, dengan atap bertipe joglo.
Mesjid itu mempunyai luas sekitar 200m2, dilengkapidengan serambi keliling selebar 3m dan dapat menampung sekitar 400 jemaah. Tiang-tiang mesjid diambil dari bekas tiang balai adat dari kayu besar berdiameter 40 cm dan masih tidak keropos sampai sekarang.
Kayu besi memang banyak terdapat di Kalimantan . Di kota Banjarmasin saja harganya mencapai Rp 650 tiap kg.
Karena letak mesjid itu pada bekas balai adat ketika zaman kerajaan Nansarunai, sehingga mesjid tersebut juga menjadi lambang persaudaraan orang Maanyan, Banjar dan Merina di Madagaskar.
Orang Merina kalau sembahyang selau kiblatnya menghadap ke arah timur laut yang mereka sebut Anjoro Firarazana, berasal dari kata Maanyan Hang Jaro Pirarahan, yaitu nama balai adat di Nansarunai dahulu.
Mesjid itu telah beberapa kali direhabilitasi, terutama dindingnya yang terbuat dari kayu borneo. Sewaktu diadakan rehabilitasi tahun 1975, barng-barang kuno sisa-sisa peralatan pesta agama Hindu Kaharingan yang semula diletakkan di loteng mesjid, dipindahkan ke tempat lain oleh orang-orang yang masih berbahasa Maanyan.
Barang-barang itu antar lain, piring celedon, kain Sindai, kenong, gong, boli-boli, guci tempat pengawetan daging atau ikan secara Maanyan yang disebut wadi, gendang berbadan panjangyang disebut Katamo'ng dan lain sebagainya.

Tasawuf
Untuk menarik orang Hindu agar cepat menerima agama Islam, oleh para ulama Demak, Banten dan Aceh diajarkan juga ilmu tasawuf selain mengajarkan agama Islam yang memang menjadi tujuan mereka. Ilmu Tasawuf itu kadang-kadang di luar daya tampung akal, tetapi dapat diterima oleh masyarakat setempat. Mesjid tua itu kini masih dipakai untuk berjamaah pada tiap-tiap hari Jumat.
Meskipun begitu, masih ada anggota masyarakat yang belum lepas dari kepercayaan masa lampau. Mereka membawa sesajen berupa kue apam yang didoakan di dalam mesjid, sebelum dimakan bersama para pengunjung lainnya. Sesajen itu dilengkapi juga dengan bunga yang berbau harum semerbak, disangkutkan pada tiang-tiang penopang atap mesjid, bekas tiang sokoguru balai adat masa lampau dan misrab mesjid.

selesai

3 komentar:

Dildaar Ahmad Dartono mengatakan...

luar biasa... bagus

Unknown mengatakan...

Salam Barataan;
Himung banar ulun tatamu website nang ini. Sakadar umpat bakajal banar lah. Sakadar handak tahu bahasa lawan budaya padatuan ulun. Ulun handak banar ma ilangi masjid tuha ngitu.

wassalaam;

Unknown mengatakan...

Salam Dangsanak ai;
Umpat bakajal jua nah ! Nah am saja pintar nang bakisah ngini ! Lawas udah ulun bacari kisah kisah padatuan lawan paninian jaman walanda. Jaman bahari amun datu bakisah nintu waktu ulun haloi, kada bakijip mata ulun namun waktu udah jam dua pagi. Nah am ayu ja kita lestari akan kisah kisah bahari nang ngini !

wassalam

utuh jua ni @ kada nya galuh